Sastra, Opini, Selasar, Profil, just for you,

Tuesday 25 September 2018

TEKNIK SURVEI SITUS TERBUKA

Oleh Baskoro  Daru Tjahyono

Survei  adalah salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian arkeologi di lapangan. Teknik pengumpulan data yang lain adalah ekskavasi. Jika dalam ekskavasi aktifitasnya dilakukan dengan membuka lapisan tanah, survei dilakukan tanpa membuka lapisan tanah. Dengan demikian resiko kerusakan data arkeologi yang disebabkan oleh kegiatan survei lebih kecil jika dibandingkan dengan ekskavasi. Survei juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan ekskavasi.
.... Pada mulanya survei hanya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawali suatu teknik ekskavasi dalam penelitian arkeologi yang sistematis.  Pada tingkat ini survei masih dilakukan atas dasar intuitif, sehingga belum dianggap sebagai teknik pengumpulan data yang sistematik. Namun bersamaan dengan bergesernya pusat perhatian dalam penelitian arkeologi dari tingkat situs ke tingkat wilayah, maka perhatian terhadap teknik survei sebagai teknik penelitian yang sistematik semakin intensif. Pada saat itulah survei dianggap setaraf dengan teknik ekskavasi.
Teknik survei ini juga disebut reconnaissance atau judgment sampling pada daerah-daerah atau situs yang paling potensial. Pengambilan contoh secara sistematik ini ditujukan untuk mengurangi sejauh mungkin kesalahan dalam pemilihan contoh. Secara garis besar ada dua macam survei, yaitu sistem petak (grid) dan sistem jalur (transect). Pada sistem petak atau grid, wilayah yang menjadi sasaran survei harus dibagi menjadi sejumlah satuan yang lebih kecil dengan ukuran yang sama. Dengan sebuah peta, satuan-satuan pengambilan contoh akan membentuk suatu pola kotak-kotak yang disebut pola grid. Sedangkan sistem jalur atau transect penentuan pola pemetikan sample tidak perlu didasarkan pada batas wilayah yang ditentukan sebelum survei dimulai. Sisten jalur atau transect mempunyai tiga alternatif utama yaitu percontoh jalur memancar, jalur sistemik dan jalur acak. Namun teknik survei yang tepat pada suatu kesempatan tidak selalu tepat pada kesempatan dan keadaan yang lain. Dengan demikian, seorang arkeolog dalam keadaan tertentu yang dihadapinya harus mampu menentukan alternatif dalam pemetikan sample yang tersedia.
Survei dilaksanakan pada situs-situs terbuka dan situs-situs tertutup. Situs-situs terbuka antara lain berupa situs-situs dengan tinggalan-tinggalan arkeologi di atas permukaan tanah, sedangkan situs tertutup misalnya situs-situs goa maupun situs-situs dengan tinggalan arkeologi yang berada  di dalam tanah.

METODE PENELITIAN ARKEOLOGI

A.     Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami metode penelitian arkeologi dan menerapkannya dalam penelitian benda-benda purbakala.

B.     Peta Konsep
data arkeologi
         Meliputi

artefak   ekofak   fetur
         
diperoleh melalui


 
                                  
                                   
                                    SURVEI                         dilanjutkan               EKSKAVASI
                                                                                                             


 
  permukaan tanah      bawah tanah      bawah air                                                                                                                                        
                                                                                                                     
      dengan cara           menggunakan    prinsip diving                                  
                                      alat deteksi                                                                                                                            
                                                               
 random         stratified                                                                                 


 
                           sifat                              tipe                                    sistematika









 
            vertikal       horizontal      efektif          total       sistem kotak            sistem terbuka

                                                                                                                        pengupasan
                                                                        meninggikan         tanpa                tanah
                                                                          pematang        pematang

                                                                                                                per lot           per spit
                                       artefaktual        rekonstruksi
                                     
  v analisis data                                      
                                     konteksrual          rekonstruksi  
                                      
C.     Serambi/Senarai/Current Issues
·        أفلم يسيروا في الأرض فينظروا كيف كان عاقبة الذين من قبلهم

·         Arus kegiatan dan transportasi kegiatan perniagaan pada periode pengaruh awal Islam di Indonesia telah berlangsung secara intensif dan merupakan kegiatan multi bangsa dan multi kepentingan. Ketika dalam proses perniagaan tersebut terjadi adanya kepentingan yang berbeda terutama kepentingan politis, maka terjadilah kemudian peristiwa-peristiwa sejarah. Dampaknya salah satunya adalah banyaknya konflik yang kemudian menjadi peperangan terbuka.
·         Shipwreck dan underwater archaeology

D.    Materi Pokok

1.       Cara-cara Perolehan Data Arkeologi

Di awal telah dikemukakan bahwa arkeolog bekerja menggunakan data yang berupa artefak, ekofak, dan fetur. Data tersebut dapat diperoleh lewat suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara survei (survey) dan ekskavasi (excavation). Perbedaan antara survei dan ekskavasi, yaitu bahwa kegiatan survei lebih ditekankan pada pengamatan terhadap data arkeologis yang berada di permukaan tanah, dalam tanah, dan bawah air, sedangkan kegiatan ekskavasi ditekankan pada upaya penyingkapan tanah atau lapisan yang menutupi untuk mendapatkan data arkeologi tersebut.
a.    Survei
Berdasarkan jenis kegiatannya, survei dapat dibedakan menjadi survei permukaan tanah, survei dalam tanah, dan survei bawah permukaan air.  Survei permukaan tanah dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung dengan mata telanjang (tanpa alat bantu kecuali kaca mata) pada suatu situs untuk mendapatkan gambaran ada tidaknya data arkeologi pada lokasi penelitian.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan survei permukaan tanah yang pelaksanaannya tergantung pada tujuan, medan penelitian, tenaga, biaya dan waktu yang tersedia. Namun, secara garis besar, survei permukaan tanah dapat dilakukan secara acak (random) dan terstrata (stratified). Cara random dilakukan tanpa memperhatikan  penting tidaknya suatu lokasi untuk disurvei. Setiap lokasi dianggap mempunyai kedudukan dan potensi yang sama untuk mendapatkan kesempatan disurvei. Sebaliknya survei terstrata sudah mempertimbangkan adanya penilaian bahwa suatu lokasi diperkirakan berpotensi lebih besar dibandingkan dengan lokasi yang lain. Dengan demikian dari luas keseluruhan satu situs yang akan disurvei, hanya lokasi-lokasi tertentu yang dianggap mempunyai potensi lebih akan mendapatkan prioritas pertama untuk disurvei.
Survei dalam tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat deteksi seperti misalnya; foto infra merah, geo-elektrik, geo-magnetik, zonding, dan lain-lain. Foto udara infra merah biasanya digunakan untuk survei pada areal situs yang luas. Hasilnya kemudian dibaca dan diinterpretasi untuk pendugaan ada tidaknya peninggalan-peninggalan arkeologis. Foto udara akan menunjukkan kenampakan-kenampakan dengan citra yang berbeda. Hasil interpretasi dari foto udara ini kemudian dibuktikan dengan mengadakan ekskavasi atau penggalian.
Cara lain yang dilakukan untuk survei dalam tanah, yaitu dengan menggunakan alat geo-elektrik dan geo-magnetik. Kedua jenis alat ini memiliki cara kerja yang hampir sama yaitu mendeteksi bagian dalam tanah untuk mencari anomali-anomali yang ada. Anomali tersebut akan dapat membantu memperkirakan isi yang ada di dalam tanah. Untuk pembuktian ada tidaknya temuan arkeologis perlu adanya penggalian. Perbedaan antara keduanya adalah jenis kekuatan yang diukur, yaitu kekuatan aliran listrik diukur dengan geoelektrik, dan kekuatan magnet diukur dengan geo-magnetik.
Survei dalam air dilakukan di dasar laut, dasar sungai, atau danau. Seperti diketahui bahwa di tempat-tempat tersebut sering ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologis baik yang disebabkan oleh karena adanya kapal pembawa barang-barang kemudian kandas, atau karena terendapkan oleh aliran air (erosi). Untuk melakukan survei dalam air ini, selain memerlukan peralatan khusus juga petugas survei juga harus memiliki kemampuan menyelam (diving).
b.     Ekskavasi
Seringkali disebut juga penggalian. Biasanya terpadu, tidak hanya arkeolog karena ekskavasi merupakan penelitian tiga dimensi, diperhatikan juga stratigrafinya. Pada prinsipnya ekskavasi adalah kegiatan yang sebenarnya merusak karena itu perlu pertanggungjawaban keilmiahan yang tinggi, dengan ekskavasi maka tinggalan di dalam tanah menjadi tidak pada tempat aslinya. Untuk memberikan gambaran tentang keadaan temuan seperti keadaan pada waktu sebelum berubah atau terangkat diperlukan perekaman (recording) dan observasi yang tepat. Perekaman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat ditunjukkan konteksnya, meliputi stratigrafinya, kronologinya, dan asosiasinya.
Berdasarkan sifatnya, kegiatan ekskavasi dapat dibedakan menjadi dua macam; yaitu ekskavasi vertikal dan horisontal. Ekskavasi vertikal mengutamakan kedalaman lubang galian, ekskavasi horizontal menekankan lebar atau luas horizon yang digali. Ekskavasi vertikal bertujuan untuk mengetahui lapisan-lapisan budaya yang ada pada satu situs sehingga dapat diketahui perkembangan kebudayaannya secara kronologis. Sebaliknya ekskavasi horizontal bertujuan untuk melihat distribusi atau sebaran artefak-artefaknya sehingga akan dapat diketahui kelas-kelas budaya yang ditimbulkan oleh perbedaan ruang.
Berdasarkan tipenya, ekskavasi juga dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu tipe selektif dan tipe total. Pada prakteknya tipe pertama yang paling banyak dilakukan. Penggalian selektif dilakukan dengan cara memilih sebagian dari seluruh kotak yang ada pada situs tersebut. Penggalian selektif ini selain kotak galiannya terbatas, misalnya untuk tujuan stratigrafi atau kronologi atau untuk pemecahan masalah-masalah khusus yang dialami di tempat lain yang lebih luas.
Keuntungan dari ekskavasi selektif yaitu biaya yang dikeluarkan lebih mudah dihemat selain itu juga menghemat biaya dan waktu untuk memecahkan maslah-masalah kompleks  jika ekskavasi dilakukan secara benar. Kosekuensinya yaitu ekskavasi selektif ini harus dilakukan sesempurna mungkin sehingga tidak mempersulit tindakan penggalian ataupun penelitian lanjutan dalam sesudahnya dalam  mempergunakan data. Penggalian selektif sering menggunakan konsep vertical excavation untuk mencari informasi kronologi. Ekskavasi selektif juga biasa dipakai dalam rescue excavation karena tidak banyak waktu untuk melakukan penggalian secara luas.
Tipe ekskavasi total dilakukan pada skala yang luas dan membutuhkan biaya yang mahal. Area situs bersifat horizontal dan memiliki berbagai jenis temuan baik yang bersifat artefaktual maupun structural. Meskipun stratigrafi dan kronologi juga dianggap penting, tetapi pusat perhatian biasanya ditujukan pada distribusi temuan dilihat secara horizontal (Fagan, 1975: 146-148).
Untuk melaksanakan pekerjaan ekskavasi secara benar, maka harus digunakan teknik dan sistem ekskavasi yang benar pula. Secara umum berdasar sistematikanya ekskavasi juga dibedakan menjadi dua yaitu box system (sistem kotak) dan open system (sistem terbuka). Disebut sistem bok karena ekskavasi dilakukan pada kotak-kotak (grids) yang telah disiapkan sebelum ekskavasi itu dilaksanakan. Sistem ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan meninggalkan baulk (pematang) pada masing-masing kotak atau dengan tanpa baulk. Termasuk dalam sistem ini yaitu ekskavasi sistem parit (trench system). Pada sistem bok, masing-masing kotak galian mengikuti batas-batas grid, sedangkan pada sistem parit, walaupun penggaliannya berada dalam grid-grid yang ada, tetapi tidak selalu mengikuti batas grid. Di samping itu, kalau pada sistem bok penggalian dilakukan kotak per kotak tidak harus berurutan. Pada sistem parit enkskavasi dilakukan serentak beberapa kotak berurutan memanjang.
Penggalian sistem terbuka (open system) biasa dipraktekkan di Amerika Serikat. Sistem ini tidak menggunakan grid-grid sebagai dasar penentuan kotak-kotak yang akan digali. Penggalian dilakukan dengan mengupas tanah pada seluruh areal situs yang batas-batasnya telah ditentukan. Untuk sistem ini recording harus dilakukan secermat dan selengkap mungkin.
Cara pengupasan tanahnyapun dapat dilakuakan dengan dua cara, yaitu cara pengupasan per spit dan cara pengupasan per lot. Cara yang pertama dilakukan dengan mengupas tanah pada setiap ketebalan tertentu (1 spit), misalnya tiap spit ditentukan 5 cm, 10 cm atau lebih tergantung hasil survei. Pengupasan per lot dilakukan dengan melihat gejala-gejala atau perbedaan-perbedaan yang ada di dalam tanah, misalnya perbedaan lapisan tanah, feature, konsentrasi artefak. Setiap gejala dianggap satu lot dan dalam pengupasannya harus dipisahkan dengan gejala lainnya. Dengan demikian ketebalan lapisan pada setiap lot tidak harus sama seperti pada pengupasan per spit.
Hal yang lebih penting lagi kaitannya dengan proses ekskavasi yaitu perlakuan terhadap hasil temuan dan konteks stratigrafinya. Untuk itu perlu penanganan khusus yaitu perekaman (recording) yang dapat dilakukan secara verbal (uraian) dan piktorial (foto dan gambar). Pekerjaan ini harus sesempurna mungkin untuk menghindari hilangnya konteks temuan. Pengukuran harus dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi.
2.      Analisis Data
Tahap berikutnya setelah diperoleh data baik dari kegiatan survei maupun ekskavasi adalah menggunakan data tersebut untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan analisis. Secara prinsip, analisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis artefaktual dan kontekstual. Analisis artefaktual dilakukan terhadap masing-masing artefak, tujuannya untuk mengetahui sifat-sifatnya dengan suatu asumsi bahwa sifat-sifat artefak tersebut dapat menunjukkan cirri-ciri dari unsure kebudayaan manusia pembuatnya.
Dalam analisis kontekstual, masing-masing data dihubungkan sehingga memberikan gambaran mengenai konteksnya, baik dilihat dari stratigrafi, kronologi, dan atau asosiasinya. Temuan-temuan yang berasal dari strata (lapisan) tanah yang sama akan menunjukkan bahwa temuan-temuan itu berasal dari waktu (kronologi) yang sama. Strata satu dengan yang lainnya menunjukkan kronologi yang berbeda. Asdapun hukum asosiasinya, temuan-temuan yang berada dalam satu strata dan letaknya berdekatan menunjukkan tingkat asosiasi yang tinggi, sedang temuan-temuan dari strata yang berbeda, apalagi letaknya berjauhan mempunyai tingkat asosiasi yang rendah. Satu hal yang perlu mendapat perhatian yaitu bahwa di dalam analisis kontekstual semua data yang ada baik artefak, ekofak maupun fetur harus digunakan secara bersamaan. Untuk melaksanakan analisis data, diperlukan alat penyusunan data yang disebut klasifikasi. Dalam arkeologi, kalisfikasi adalah cara menyusun data arkeologi menjadi kelompok-kelompok atau kelas-kelas berdasarkan perbedaan bahan, warna, ukuran, bentuk, jenis, dan lain-lain. Cara melakukan klaifikasi dapat berubah menyesuaikan dengan masalah-masalah yang akan diteliti.
Dalam klasifikasi juga diperlukan perhatian adanya perbedaan lapisan-lapisan budaya, untuk melihat secara kronologis juga hubungan antara masing-masing lapisan budaya tersebut. Tindakan klaifikasi berikutnya adalah membuat tipologi dengan mengelompokkan temuan-temuan ke dalam tipe-tipe tertentu. Pengelompokkan ini berdasarkan pada kesamaan atribut yang dimiliki oleh masing-masing temuan (artefak). Manfaat dari tipologi yaitu:
a.     dapat mengetahui hubungan antara satu situs dengan situs yang lain secara spasial.
b.    dapat mengetahui sekuensi (urutan waktu) antara budaya yang satu dengan yang lain (hubungan secara temporal).
Cara klasifikasi yang lain dapat dilakukan dengan mendasarkan pada perbedaan fungsi artefak. Klasifikasi berdasarkan fungsi dapat menunjukkan budaya pembuatnya. Penggunaan alat tidak semata-mata karena enak dan praktis dalam pemakaiannya, tetapi juga tergantung pada kebiasaan atau adat yang berlaku.
Beberapa tujuan penelitian akan dapat dicapai dengan analisis terutama hubungannya dengan rekonstruksi lingkungan dan subsistensinya, teknologi dan pemukiman masa lalu. Rekonstruksi lingkungan masa lalu terutama dapat dilihat dari data arkeologis yang berupa sisa-sisa tulang binatang konsumsi dan sisa-sisa tanaman. Karena setiap jenis binatang mempunyai karakter yang berebda dengan binatang lain, maka keberadaannya pada suatu sistus akan dapat menunjukkan lingkungan habitatnya.. Ada jenis binatang yang hanya dapat hidup di daerah padang rumput terbuka, di daerah hutan belantara, pinggiran danau, daerah tidak terlalu basah, dan lingkugnan lainnya. Sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap jenis binatang tersebut banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Sama halnya dengan binatang, sisa-sisa tanaman juga dapat menunnjukkan keadaan masa lalu. Setiap jenis tanaman mempunyai sifat yang berbeda dengan jenis tanaman lainnya, tanaman daerah pegunungan, dataran rendah, dekat air, tempat kering, dan lain-lain. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara binatang dan tanaman. Banyak binatang hidup dari makan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, biji-bijian, atau makhluk lain yang hidupnya juga tergantung dari tanaman atau dalam kondisi lingkungan tertentu.
Dengan data arkeologis yang berupa flora dan fauna, juga dapat direkonstruksi keadaan iklim atau musim yang berlaku pada masa lalu. Contohnya dalam suatu wilayah terdapat dua situs, satu di daerah  pedalaman, lainnya di pantai. Kedua situs itu menunjukkan adanya lapisan-lapisan budaya yang berselang-seling. Ketika dilakukan penggalian, kedua situs menunjukkan adanya 4 strata dengan dua lapisan budaya pada tiap-tiap strata. Pada situs di pedalaman lapisan budayanya terdapat pada strata 2 dan 4, sedang pada situs pantai terdapat pada strata 1 dan 3. Strata 1 dan 3 pada situs pedalaman tidak ada lapisan budayanya demikian juga pada strata 2 dan 4 pada situs pantai. Setelah dilakukan analisis terhadap temuan-temuannya dapat diketahui bahwa kedua situs tersebut pernah dihuni oleh masyarakat yang sama secara bergantian. Pertama mereka menghuni situs pedalaman, kemudian pindah ke situs pantai, kemudian kembali lagi ke padalaman, dan akhirnya pindah lagi ke pantai. Proses ‘pindah-kembali’ dari situs pedalaman ke pantai dan sebaliknya itu ternyata disebabkan oleh faktor perubahan musim/iklim. Pada musim yang baik untuk bertani mereka menempati situs pedalaman, sedangkan pada  usim kering mereka menempati situs pantai.
Contoh lainnya dapat dilihat misalnya pada situs yang menunjukkan adanya perbedaan jenis binatang antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lainnya. Lapisan yang satu menunjukkan adanya temuan kulit siput darat yang banyak, sedangkan lapisan yang lainnya tidak ada, maka hal ini merupakan indikator bahwa lapisan pertama berlangsung pada musim hujan, sedangkan lapisan berikutnya berlangsung pada musim kemarau (kering).
Analisis terhadap temuan artefak dan ekofak juga sangat bermanfaat untuk merekonstruksi mata pencaharian atau subsistensi masyarakat masa lalu. Hal ini disebabkan oleh karena ada hubungan yang erat antara manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, artinya bahwa binatang dan tumbuh-tumbuhan merupakan bahan pokok makanan manusia. Manusia akan memanfaatkan flora dan fauna di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan akan makannya. Untuk itu diperlukan alat-alat yang dapat digunakan untuk mengeksploitasi jenis-jenis bahan makanan tersebut. Pembuatan alat-alat yang diperlukan akan menunjukkan tingkat teknologinya. Di samping itu, dengan melakukan analisis terhadap temuan flora dan fauna akan dapat diketahui pula cara manusia dalam memanfaatkan flora dan fauna tersebut. Terutama untuk mengetahui apakah flora dan fauna tersebut sudah dibudidayakan atau belum (Ph. Subroto, 1983).
Analisis artefak juga dapat ditujukan untuk mengetahui teknologi masa lampau. Alat-alat masa lalu terbuat dari berbagai bahan, antara lain, batu, logam, tanah liat, tulang binatang, kayu, bambu, dan lain-lain. Masing-masing bahan memerlukan teknik pengerjaan yang berbeda-beda. Untuk mengetahui teknik-teknik pembuatan dan penggunaan alat-alat tersebut dapat dilakuakn dengan cara analisis laboratories dan analogi teknologi. Analisis laboratories dapat dilakukan mislanya dengan mengukur sudut kemiringan tajaman alat, striasi  (goresan-goresan bekas pakai), lebar tajaman, dan lain-lain. Hasil analisis ini kemudian diperkuat dengan melakukan eksperimen dan analogi (Cf. Coles, 1973). Untuk analogi perlu dilakukan perbandingan dengan kelompok-kelompok masyarakat tradisional yang masih membuat dan menggunakan alat-alat tersebut.
Analisis data arkeologis juga dapat diarahkan pada tujuan untuk mengetahui sistem pertukaran dan perdagangan masa lalu. Dengan memperbandingkan himpunan artefak (assemblage) pada satu situs dengan situs yang  lainnya akan dapat diketahui persamaan dan perbedaan jenis-jenis artefaknya. Persamaan artefak antara satu situs dengan situs yang lain memberikan kemungkinan adanya hubungan antar situs tersebut. Hubungan tersebut kemungkinan berupa hubungan perdagangan. Apabila memang terjadi hubungan dagang maka perlu diketahui pula sistem perdagangan atau pertukaran yang berlaku, apakah barter (reciprocal), sistem upeti (redistributive), atau sistem pasar (market exchange).
Analisis terhadap data temuan arkeologis pada satu situs dapat juga dipakai untuk rekonstruksi sistem kehidupan manusia lainnya. Sistem kehidupan tersebut misalnya sistem permukiman, organisasi social, agama, dan upacara-upacara keagamaannya.