Sastra, Opini, Selasar, Profil, just for you,

Monday, 29 October 2018

Rumah Tradisionil Minangkabau



        Orang-orang atau suku Minangkabau yang suka merantau tanah asalnya di propinsi Sumatera Barat sekarang. Mereka juga merantau ke Jawa dan berbagai tempat di tanah air bahkan secara tradisionil Negeri sembilan di Malaysia hampir sebagian besar penduduknya berasal dari Minangkabau. Mereka secara geografis dikelompokkan pada orang-orang darek (darat) dan pasisie (pesisi) atau rantau.
Secara tradisionil pula daerah darat terbagi dalam tiga luhak (seluas Kabupaten) yakni Tanah Datar, Agam dan Limapuluh Kota. Desa di Minangkabau disebut nagari dan taratak. Nagari lebih bersifat fungsionil dan strukturil sedangkan teratak adalah daerah yang berpenghuni tapi letaknya di hutan atau lading yang didiami sebagai bukti bahwa tempat tersebut telah dimiliki orang.
Disetiap nagari biasanya terdapat sebuah masjid Jami untuk umum, sebuah balai adat dan sepetak tempat untuk pasar yang biasanya diselenggrakan seminggu atau dua minggu sekali. Masjid dan balai adat merupakan tempat siding adat sedangkan pasar dan kantor untuk kepala nagari timbul dalam perkembangan sesudah adanya pengaruh Belanda.
Rumah adat disebut rumah gadang, rumah gadang berdiri di atas tanah dengan tiang-tiang penopang dari kayu. Bentuknya memanjang terdiri dari sejumlah ruang yang jumlahnya harus selalu ganjil. JUmlah yang umum ialah tujuh tapi ada sebuah rumah gadang bahkan memiliki 17 ruangan. Ruangan ini disebut didieh. Sebuah didieh dipergunakan sebagai biliek (tempat tidur) yang dibatasi oleh empat dinding. Didieh kedua merupakan ruang terbuka untuk menerima tamu atau untuk pesta-pesta keluarga. Sebuah rumah gadang ditopang oleh tonggak-tonggak besar dari kayu. Setiap didieh ditopang oleh empat tiang, sehingga sebuah rumah gadang dengan tujuh ruang akan memiliki 32 tiang tonggak. Antara lantai dan atap terdapat pagu yakni tempat yang dipergunakan untuk menyimpan barang. Atapnya melengkung terbuat dari ijuk hingga kalau ditinjau sepintas lalu akan menyerupai sebuah perahu. (Umar Junus, 1971, 245-250).

No comments:

Post a Comment

kasih komentar balik yah......